Saat ini, kegiatan perekonomian berbasis halal telah menjadi tren tidak hanya di negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, namun juga di negara-negara lain. Tahun 2019, Pemerintah mewajibkan setiap produk wajib sertifikasi halal melalui pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Jaminan produk halal menjadi langkah antisipasi terhadap barang-barang non-halal yang masuk ke Indonesia. Selain dari segi kehidupan keberagamaan, kehalalan sebuah produk memiliki banyak dimensi. Jaminan produk halal tidak hanya memberi perlindungan kepada konsumen namun juga menjadi potensi keuntungan bagi pelaku usaha dalam memproduksi dan mendistribusikan produk-produk nya. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tidak hanya mengatur tentang makanan halal tetapi juga produk seperti peralatan makan, pakaian, perhiasan, kosmetik, vaksin, produk kimia, biologi dan rekayasa genetik yang digunakan oleh masyarakat (Zulhamidi, 2018).
Berkaca pada tren dan fenomena tersebut, Selasa (12/11) Univesitas Abdurrab lewat Pusat Studi Halal Univrab mengadakan Workshop dan Focus Group Discussion bertema “Pendirian Pusat Halal Berbasis Kampus” bersama Prof. Dr. Irwandi Jaswir dari International Islamic University Malaysia. Profesor “Halal” ini merupakan penerima King Faisal International 2018 atas jasanya terhadap dunia Islam. Beliau berhasil membuat Kit yang dapat mendekteksi material non-halal dalam produk baik makanan dan juga non-makanan (seperti kosmetik, obat, dll). Prof. Irwandi menjadi orang kedua Indonesia yang menerima penghargaan King Faisal Prize. Orang pertama yang meraihnya adalah Perdana Menteri Mohammad Natsir pada tahun 1980.
Workshop dan Focus Group Discussion dihadiri peserta dari berbagai Universitas dan Perguruan Tinggi di lingkungan Provinsi Riau. Tema workshop yang dibawakan oleh Prof. Irwandi berjudul “Halal Industry”. Acara setelah itu dilanjutkan dengan Focus Group Discussion bersama Ir. Khafzan selaku Auditor LPPOM MUI Provinsi Riau.
Menurut Prof. Irwandi, banyak isu yang berkembang saat ini terkait dengan halal. Kebutuhan akan solusi dari isu-isu tersebut juga banyak berkembang. Di tingkat ASEAN, Thailand menjadi negara nomor satu yang terdepan dalam mengembangkan industri halal. Negara yang paling unggul dalam industri daging dan peternakan halal adalah negara Australia dan Selandia Baru yang notabene bukan negara dengan penduduk mayoritas Muslim. Ayam paling halal juga berasal dari Brazil. Temuan menarik yang lain adalah Korea Selatan saat ini dengan serius mengembangkan industri halal makanan maupun non-makanan seperti produk-produk kosmetik. Tidak saja industri halal, Korea Selatan juga telah mengembangkan institusi pendidikan yang mengangkat wisata halal sebagai salah satu program studi. Malaysia merupakan negara yang cukup serius dalam menciptakan halal sebagai sebuah ekosistem negara. Hal ini membuat Malaysia kemudian menjadi pusat referensi bagi studi halal di dunia.
Berkaitan dengan ini, Dr. Arisman Adnan, M.Sc selaku Rektor Universitas Abdurrab menyatakan bahwa Univrab berkomitment untuk menjadi pelopor Pusat Halal berbasis kampus di Provinsi Riau. Pusat Halal tersebut harus menjadi yang terdepan dalam mempelopori tidak hanya Halal Product tapi juga Halal Style. Workshop dan FGD ini diharapkan dapat menjadi titik awal dalam merintis ekosistem Halal di Indonesia dan Provinsi Riau khususnya. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi lintas sektor dan antar level dimulai dari pemerintah, korporasi, masyarakat, hingga institusi pendidikan.
KOMENTAR