(Humas Univrab-Pekanbaru, 05/09/2022) Yayasan Abdurrab melalui Riau Abdurrab Malay Heritage Institute mengadakan seminar internasional Alam Melayu: Sejarah, Warisan dan Perjuangan Identitas, Sabtu (3/9/2022). Seminar yang dilaksanakan di Rumah Adat Raja Ahmad Engku Haji Tua bin Raja Haji Fi Sabilillah Riau Abdurrab Malay Heritage, Kampus 2 Universitas Abdurrab Jalan Bakti Pekanbaru ini menghadirkan pembicara dari rantau Alam Melayu; Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
Ada Sastarawan dan Budayawan Riau, Rida K. Liamsi, Peneliti INSISTS Indonesia dan Dosen Pascasarjana Universitas Darussalam Gontor, Dr. Syamsuddin Arif, M.A, lalu Akademi Jawi Malaysia En M. Syukri Rosli, M.Phil, selanjutnya Budayawan Melayu Pattani Thailand, En Mahroso Doloh, M.Pd dan moderator Dosen Sejarah Islam dan Alam Melayu, Universitas Abdurrab Khairul Ashdiq, Lc., M.HSc.,Ph.D (Cand).
Pembina Yayasan Abdurrab Dr. dr. Susiana Tabrani, M.Pd dalam sambutannya menceritakan proses sampai akhirnya dia mendirikan Rumah Adat Raja Ahmad Engku Haji Tua bin Raja Haji Fi Sabilillah Riau Abdurrab Malay Heritage ini. Semua itu menurutnya tak terlepas dari pemikiran-pemikiran tokoh Riau, alm. Tabrani Rab yang tak lain adalah ayah kandungnya. Kalimat Melayu begitu kami cintai, kami pun berusaha untuk menterjemahkan kalimat itu dan apa yang sebenarnya yang dikehendaki oleh ayahanda.
“Sebagai dokter paru-paru, saya kurang memahami apa yang dimaksudkan oleh ayahanda saya, kemudian saya membaca semua tulisan-tulisannya sampai saya paham apa yang dimaksud.” Bahwa manusia itu punya sisi-sisi yang perlu diperhatikan, adalah fitrah untuk bertauhid, fitrah untuk berilmu tapi dia tetap sebagai orang melayu, seorang Indonesia, yang punya tata budaya yang pendekatannya mestilah paham bagaimana seorang melayu. “Tahun 2013, saya diberi kesempatan untuk berkunjung ke Kota Moskow, ke Kota Samarkand dan berziarah ke makan Imam Bukhari. Saya melihat peninggalan islam pada abad ke-7, di mana di sana say melihat sebuah kawasan yang di dalamnya ada masjid, ada sekolah atau universitas dan juga perpustakaan,” ceritanya.
Singkat cerita, pada tahun 2015, atas izin almarhum, dia membangun Masjid At-Tabrani, membangun sekolah-sekolah, Perpustakaan dan juga membangun Rumah Adat ini. Sementara itu, Rida K. Liamsi dalam ulasannya lebih banyak menyoroti kondisi kekinian, masyarakat Melayu yang kian terpinggirkan. Dalam hal ekonomi misalnya, masyarakat Melayu berhadapan langsung dengan jutaan hektar perkebunan kelapa. Lalu dia juga bicara tentang simbol-simbol kemelayuan, bahasa, pakaian, tanjak dan lain sebagainya. “Bangsa yang berhasil itu adalah, bangsa yang mampu menjaga akar budayanya,” ujarnya.
Narasumber lainnya, Mahroso Doloh, M.Pd, yang berasal dari Pattani, Thailand menjelaskan keberadaan dan sejarah dari Kerajaan Pattani Darussalam yang dia sebut sebagai Impair Langkasuka. Mahroso Doloh menceritakan dengan baik bagaimana warganya pertama kali memeluk Islam, siapa yang membawa syiar itu sampai ke negerinya, sampai pada akhirnya penguasa atau raja di daerah itu memeluk Islam. “Kini masyarakat Melayu di Pattani sudah mulai berani menyuarakan keberadaan masyarakat Melayu di sana, hal ini bisa dilihat dari kegiatan-kegiatan keagamaan, misalnya perayaan idul fitri,” ujarnya.
Di sisi lain, nasrasumber dari negeri jiran, Syukri Rosli, M. Phil, Akademi Jawi Malaysia mengulas Jawi Malaysia yang menurutnya bahasa lain dari Arab Melayu. Di Malaysia, semangat untuk mempertahankan Jawi Malaysia ini sungguh besar, dimana saat ini banyak karya-karya yang lahir ditulis dan kemudian dicetak dengan Jawi Malaysia ini. “Bagi kami, Jawi Malaysia tak hanya sebuah tulisan atau bahasa, tapi lebih dari itu ada banyak makna terkandung didalamnya, ada ruh tasawuf, ada elemen budaya dan lainnya
Pembicara terakhir, Peneliti INSISTS Indonesia dan Dosen Pascasarjana Universitas Darussalam Gontor, Dr Syamsuddin Arif, M.A banyak menyoroti tentang penggunaan istilah-istilah islam, seperti Islam nusantara, islam radikal, sekuler dan sebagainya. Bahkan dulu katanya ada upaya-upaya dari sekelompok orang yang berusaha memisahkan persoalan agama ini dengan persoalan negara sebagaimana yang dilakukan oleh sejumlah negara maju. “Makanya dulu ada sekelompok orang yang menginginkan agar Kementerian Agama itu dihapuskan,” ujarnya.
Sumber : http://www.dumaiposnews.com
KOMENTAR